Meningkatnya frekuensi siksaan dan upaya menghabisi Rasulullah Shallallâhu 'alaihi wasallam
Manakala kaum musyrikun gagal dalam tipu muslihat mereka untuk
memulangkan kaum Muhajirin; mereka semakin bertambah geram. Kedongkolan
mereka bervariasi antara satu dan yang lainnya. Semakin lama semakin
memuncak dan mereka timpakan juga kepada kaum muslimin yang lainnya,
bahkan mereka sudah menjangkaukan tangan mereka kepada Rasulullah untuk
menyakiti beliau. Tampak dari gerak-gerik mereka hal yang menunjukkan
adanya keinginan untuk menghabisi Rasulullah Shallallâhu 'alaihi
wasallam sehingga mereka dapat menumpas habis fitnah hingga ke
akar-akarnya yang selama ini menggetarkan tempat tidur mereka,
sebagaimana yang mereka kira.
Sedangkan kaum Muslimin sendiri, sebagian mereka masih tinggal di
Mekkah meskipun dalam jumlah yang sedikit. Mereka dapat melakukan hal
itu baik lantaran ada diantara mereka yang memang termasuk orang-orang
terpandang dan memiliki gigi atau mendapatkan suaka dari seseorang.
Meskipun demikian, mereka tetap menyembunyikan keislaman mereka dan
menjauh dari pandangan para Thughat sedapat mungkin. Akan tetapi,
sekalipun kehati-hatian dan kewaspadaan itu dilakukan, mereka sama
sekali tidak dapat lolos begitu saja dari gangguan, penghinaan serta
penganiayaan.
Dalam pada itu, Rasulullah tetap melakukan shalat dan beribadah
kepada Allah didepan mata kepala para Thughat tersebut; beliau leluasa
berdoa baik secara pelan atau terang-terangan. Tidak ada seorangpun yang
bisa menghalangi dan memalingkannya dari hal itu sebab semua itu
dilakukan dalam rangka menyampaikan risalah Allah semenjak beliau
diperintahkan olehNya, dalam firmanNya: "Maka sampaikanlah olehmu segala
apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang
yang musyrik". (QS. 15/al-Hijr: 94).
Dengan demikian, sebenarnya sewaktu-waktu, bisa saja kaum Musyrikun
menyakiti beliau bila mereka mau sebab secara zhahirnya tidak ada yang
menghalangi antara mereka dan diri beliau selain rasa malu dan segan
serta adanya jaminan Abu Thalib dan rasa hormat terhadapnya. Sebab
lainhnya, karena kekhawatiran mereka terhadap akibat yang fatal dari
tindakan tersebut sehingga akan membuat suku Bani Hasyim berhimpun
melawan mereka. Namun, lambat laun perasaan tersebut pupus dan tidak
berpengaruh banyak terhadap physikologis mereka; karenanya mereka mulai
menganggap remeh akan hal itu semenjak mereka merasa eksistensi berhala
dan kepimpinan sprituil yang selama ini mereka pegang sudah semakin
memudar, kalah saing oleh dakwah Muhammad Shallallâhu 'alaihi wasallam.
Diantara peristiwa-peristiwa yang dikisahkan oleh kitab-kitab
as-Sunnah dan Sirah kepada kita serta didukung oleh bukti-bukti otentik
bahwa memang terjadi pada masa tersebut adalah kisah 'Utaibah bin Abi
Lahab yang mendatangi Rasululullah pada suatu hari sembari berkata:"aku
mengingkari firman Allah: [wan najmi idzâ hawâ: Demi bintang ketika
terbenam, (QS. 53:1)] dan yang (disebutkan sebagai) [danâ fa tadallâ :
Kemudian dia (Jibril) mendekat, lalu bertambah dekat lagi, (QS. 53:8)]
". Selepas itu, dia menyakiti beliau, merobek bajunya serta meludah ke
arah wajahnya namun untung saja tidak mengenainya. Ketika itu Nabi
Shallallâhu 'alaihi wasallam mendoakan (kebinasaan) atasnya: "Ya Allah,
kirimkanlah kepadanya seekor anjing dari anjing-anjing (ciptaanMu) untuk
(menerkam)-nya". Doa beliau ini telah diijabah oleh Allah, yaitu
manakala suatu hari 'Utaibah keluar bersama beberapa orang Quraisy dan
singgah di suatu tempat di Syam yang bernama az-Zarqâ'. Pada malam itu,
ada banyak singa yang berkeliaran disitu. Melihat hal itu, 'Utaibah
serta merta berseloroh: "wahai saudaraku, sungguh celaka! Inilah, demi
Allah, pemangsaku sebagaimana yang didoakan oleh Muhammad atasku. Dia
membunuhku padahal sedang berada di Mekkah sedangkan aku di Syam". Lalu
singa itu menerkamnya di tengah kerumunan kaum tersebut, mencengkram
kepalanya dan membunuhnya.
Kisah lainnya; disebutkan bahwa 'Uqbah bin Abi Mu'ith menginjak
pundak beliau yang mulia saat beliau sedang sujud sehingga hampir-hampir
kedua biji matanya keluar.
Diantara bukti lain yang menunjukkan bahwa para Thughat tersebut
ingin membunuh beliau Shallallâhu 'alaihi wasallam adalah kisah yang
diriwayatkan oleh Ibnu Ishaq dari Abdullah bin 'Amru bin al-'آsh, dia
berkata:
"Aku datang saat mereka berkumpul-kumpul di hijr (yakni, Hijr
Isma'il di Ka'bah-red), mereka menyebut-nyebut perihal Rasulullah
Shallallâhu 'alaihi wasallam. Mereka berkata: 'Kita tidak pernah sampai
menahan kesabaran seperti halnya kita sabar terhadap orang ini
(Rasulullah-red), padahal, kita telah menahan sabar terhadapnya dalam
masalah yang serius'. Manakala mereka dalam kondisi demikian, muncullah
Rasulullah Shallallâhu 'alaihi wasallam menuju ke sana dengan berjalan,
lalu beliau menyalami ar-Rukn (al-Yamaniy, salah satu sudut Ka'bah-red),
kemudian beliau melewati mereka dan mengelilingi Baitullah. Mereka
menghina beliau dengan beberapa ucapan, maka aku mengetahui hal itu dari
raut wajah Rasulullah. Ketika beliau melewati mereka untuk kedua
kalinya, mereka tetap melakukan hal yang sama terhadapnya dan aku
mengetahuinya juga dari raut wajah beliau, kemudian beliau melewati
mereka untuk ketiga kalinya dan mereka masih melakukan hal yang sama
terhadapnya, lalu beliau berhenti dan berkata kepada mereka:'maukah
kalian mendengarkan (ini) wahai kaum Quraisy! Demi Yang jiwaku ada di
tanganNya, sungguh aku datang membawakan sembelihan untuk kalian".
Ucapan beliau ini berhasil mengalihkan konsentrasi mereka sehingga tidak
seorangpun dari mereka melainkan seakan-akan ada burung yang bertengger
diatas kepalanya. Bahkan orang yang paling kasar diantara mereka,
memberikan ucapan selamat kepada beliau dengan sebaik-baik ucapan yang
pernah beliau dapatkan. Orang itu berkata: 'pergilah wahai Abu al-Qâsim !
Demi Allah! engkau bukanlah orang yang bodoh'.
Pada keesokan harinya, mereka berkumpul kembali dan memperbincangkan
perihal beliau, ketika beliau muncul, mereka secara serentak merubung
dan mengitari beliau. Aku melihat salah seorang diantara mereka memegang
jubah beliau, lantas Abu Bakar dengan segera membela, sembari menangis,
dia berkata: 'apakah kalian akan membunuh seseorang lantaran dia
berucap:'Rabb-ku adalah Allah?'. Kemudian mereka berlalu. Ibnu 'Amru
berkata: 'sungguh pemandangan itu merupakan perlakuan paling kasar yang
pernah kulihat dilakukan oleh kaum Quraisy terhadap beliau' ". Demikian
ringkasan kisahnya.
Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari 'Urwah bin
az-Zubair, dia berkata:"aku bertanya kepada Ibnu 'Amru bin al-'آsh:
'beritahukanlah kepadaku tentang perlakuan yang paling keras yang
dilakukan oleh kaum Musyrikun terhadap Nabi Shallallâhu 'alaihi wasallam
!'. Dia menjawab: ' saat Nabi sedang shalat di hijr Ka'bah, datanglah
'Uqbah bin Abi Mu'ith, lalu dia melilitkan pakaiannya ke leher beliau
dan menariknya dengan kencang. Kemudian, Abu Bakar datang dan
mencangkram pundaknya lalu mengenyahkannya dari sisi Nabi Shallallâhu
'alaihi wasallam sembari berkata: 'apakah kalian akan membunuh seseorang
lantaran dia mengatakan: 'Rabb-ku adalah Allah?' ".
Dalam hadits yang diriwayatkan dari Asma' disebutkan: "lantas ada
orang yang berteriak datang kepada Abu Bakar seraya berkata: 'temuilah
shahabatmu! (yakni, Rasulullah-red)'. Lalu dia keluar dari sisi kami
dengan membawa empat buah jalinan rambut wanita. Saat keluar, dia
berkata: 'apakah kalian akan membunuh seseorang lantaran dia mengatakan:
'Rabb-ku adalah Allah?, lalu mereka membiarkannya dan mendatangi Abu
Bakar. Lalu dia pulang, dan saat itu kami tidak berani menyentuh jalinan
rambut tersebut hingga dia mengembalikannya kepada kami".
Masuk Islamnya Hamzah bin Abdul Muththalib radhiallaahu 'anhu
Di tengah suhu yang diliputi awan kezhaliman dan penindasan,
tiba-tiba muncul seberkas cahaya yang menyinari jalan, yaitu masuk
islamnya Hamzah bin Abdul Muththalib radhiallaahu 'anhu . Dia masuk
Islam pada penghujung tahun ke-6 dari kenabian, lebih tepatnya pada
bulan Dzulhijjah.
Mengenai sebab keislamannya adalah bahwa suatu hari, Abu Jahal
melewati Rasulullah di bukit Shafa, lalu dia menyakiti dan menganiaya
beliau. Rasulullah diam saja, tidak berbicara sedikitpun kepadanya.
Kemudian dia memukuli tubuh beliau dengan batu dibagian kepala sehingga
memar dan darah mengalir. Selepas itu, dia pulang menuju tempat
pertemuan kaum Quraisy di sisi Ka'bah dan berbincang dengan mereka. Kala
itu, budak wanita Abdullah bin Jud'an berada di kediamannya diatas
bukit Shafa dan menyaksikan pemandangan yang belum lama terjadi.
Kebetulan, Hamzah datang dari berburu dengan menenteng busur panah. Maka
serta merta dia memberitahukan kepadanya perihal perlakuan Abu Jahal
tersebut. Menyikapi hal itu, sebagai seorang pemuda yang gagah lagi
punya harga diri yang tinggi di kalangan suku Quraisy, Hamzah marah
berat dan langsung bergegas pergi dan tidak peduli dengan orang yang
menegurnya. Dia berkonsentrasi mempersiapkan segalanya bila berjumpa
dengan Abu Jahal dan akan memberikan pelajaran yang paling pahit
kepadanya. Maka, manakala dia masuk Masjid (al-Haram-red), dia langsung
tegak persis di arah kepala Abu Jahal sembari berkata: "hai si hina
dina! Engkau berani mencaci maki keponakanku padahal aku sudah memeluk
agamanya?". Kemudian dia memukulinya dengan gagang busur panah dan
membuatnya terluka dan babak belur. Melihat hal itu, sebagian
orang-orang dari Bani Makhzum –yakni, dari suku Abu Jahal- terpancing
emosinya, demikian pula dengan orang-orang dari Bani Hasyim –dari suku
Hamzah-. Abu Jahal melerai dan berkata: "Biarkan Abu 'Imarah
(kun-yah/julukan Hamzah-red)! Sebab aku memang telah mencaci maki
keponakannya dengan cacian yang amat jelek".
Keislaman Hamzah pada mulanya adalah sebagai pelampiasan rasa
percaya diri seseorang yang tidak sudi dihina oleh tuannya, namun
kemudian Allah melapangkan dadanya. Dia kemudian menjadi orang yang
berpegang teguh dengan al-'Urwatul Wutsqa dan menjadi kebanggaan kaum
muslimin.
Masuk Islamnya 'Umar bin al-Khaththab radhiallaahu 'anhu
Di tengah suhu yang sama pula, seberkas cahaya yang lebih benderang
dari yang pertama kembali menyinari jalan. Itulah, keislaman 'Umar bin
al-Khaththab. Dia masuk Islam pada bulan Dzulhijjah, tahun ke-6 dari
kenabian, yaitu tiga hari setelah keislaman Hamzah radhiallaahu 'anhu.
Nabi Shallallâhu 'alaihi wasallam memang telah berdoa untuk keislamannya
sebagaimana hadits yang dikeluarkan oleh at-Turmuziy (dan dia
menshahihkannya) dari Ibnu 'Umar dan hadits yang dikeluarkan oleh
ath-Thabraniy dari Ibnu Mas'ud dan Anas bahwasanya Nabi Shallallâhu
'alaihi wasallam bersabda: "Ya Allah! muliakanlah/kokohkanlah Islam ini
dengan salah seorang dari dua orang yang paling Engkau cintai: 'Umar bin
al-Khaththab atau Abu Jahal bin Hisyam". Ternyata, yang paling dicintai
oleh Allah adalah 'Umar radhiallaahu 'anhu.
Setelah meneliti secara cermat seluruh periwayatan yang mengisahkan
keislamannya, nampak bahwa campaknya Islam ke dalam hatinya berlangsung
secara perlahan, akan tetapi sebelum kita membicarakan ringkasannya,
perlu kami singgung terlebih dahulu karakter dan watak dari
kepribadiannya.
Beliau radhiallaahu 'anhu dikenal sebagai seorang yang temperamental
dan memiliki harga diri yang tinggi. Sangat banyak kaum muslimin
merasakan beragam penganiayaan yang dilakukannya terhadap mereka.
Sebenarnya, secara lahiriyah apa yang menghinggapi perasaannya amatlah
kontras; antara keharusan menghormati tatanan adat yang telah dibuat
oleh nenek moyangnya, kekaguman terhadap mental baja kaum muslimin dalam
menghadapi berbagai cobaan demi menjaga 'aqidah mereka serta timbulnya
berbagai keraguan dalam dirinya sementara sebagai seorang cendikiawan
dia beranggapan bahwa apa yang diseru oleh Islam bisa saja lebih agung
dan suci dari selainnya; oleh karena itu begitu memberontak langsung
saja dia berteriak lantang.
Mengenai ringkasan kisah tersebut -yang sudah disinkronkan-
berkaitan dengan keislamannya; bermula dari tindakannya pada suatu malam
bermalam di luar rumahnya, lalu dia pergi menuju al-Haram dan masuk ke
dalam tirai Ka'bah. Saat itu, Nabi Shallallâhu 'alaihi wasallam tengah
berdiri melakukan shalat dan membaca surat al- Hâqqah . Pemandangan itu
dimanfaatkan oleh 'Umar untuk mendengarkannya dengan khusyu' sehingga
membuatnya terkesan dengan susunannya. Dia berkata: "aku berkata pada
diriku: 'Demi Allah! ini (benar) adalah (ucapan) tukang sya'ir
sebagaimana yang dikatakan oleh orang-orang Quraisy!'. Lalu beliau
Shallallâhu 'alaihi wasallam membaca : "Innahû laqaulu rasûlin karîm. Wa
mâ huwa biqauli syâ'ir. Qalîlan mâ tu'minûn (artinya: 'sesungguhnya
al-Qur'an itu adalah benar-benar wahyu (Allah yang diturunkan kepada
kepada) Rasul yang mulia, dan al-Qur'an itu bukanlah perkataan seorang
penyair. Sedikit sekali kalian beriman kepadanya')" . (Q.S. al-Hâqqah:
40, 41). Lantas aku berkata pada diriku: "ini adalah (ucapan) tukang
tenung". Lalu beliau meneruskan bacaannya: "wa lâ biqauli kâhin. Qalîlan
mâ tadzakkarûn. Tanzîlun min rabbil 'âlamîn (artinya: 'Dan, bukan pula
perkataan tukang tenung. Sedikit sekali kalian mengambil pelajaran
darinya. Ia adalah wahyu yang diturunkan dari Rabb semesta alam')"
hingga akhir surat tersebut. Maka, ketika itulah Islam memasuki relung
hatiku' ".
Inilah awal benih-benih Islam merangsak ke dalam relung hati 'Umar
bin al-Khaththab. Tetapi kulit luar sentimentil Jahiliyyah dan fanatisme
terhadap tradisi serta kebanggaan akan agama nenek moyang justru
mengalahkan inti hakikat yang dibisikkan oleh hatinya. Akhirnya, dia
tetap bergiat dalam upayanya melawan Islam, tanpa menghiraukan perasaan
yang bersemayam dibalik kulit luar tersebut.
Diantara bukti nyata kekerasan wataknya dan rasa permusuhan yang
sudah di luar batas terhadap Rasulullah adalah saat suatu hari dia
keluar sambil menghunus pedang hendak membunuh beliau Shallallâhu
'alaihi wasallam. Ketika itu, dia bertemu dengan Nu'aim bin 'Abdullah
an-Nahham al-'Adawiy. (dalam riwayat yang lain disebutkan: "seseorang
dari suku Bani Zahrah" atau "seseorang dari suku Bani Makhzum"). Orang
tersebut berkata: "hendak kemana engkau, wahai 'Umar?".
Dia menjawab:"aku ingin membunuh Muhammad".
Orang tersebut berkata lagi:"kalau Muhammad engkau bunuh, bagaimana
engkau akan merasa aman dari kejaran Bani Hasyim dan Bani Zahrah?".
'Umar menjawab: "menurutku, sekarang ini engkau sudah menjadi
penganut ash-Shâbiah (maksudnya: Islam-red) dan keluar dari agamamu".
Orang itu berkata kepadanya:"maukah aku tunjukkan kepadamu yang
lebih mengagetkanmu lagi, wahai 'Umar? Sesungguhnya saudara (perempuan)
dan iparmu juga telah menjadi penganut ash-Shâbiah dan meninggalkan
agama mereka berdua yang sekarang ini!".
Mendengar hal itu, 'Umar dengan segera berangkat mencari keduanya
dan saat dia sampai di tengah-tengah mereka, disana dia menjumpai
Khabbab bin al-Aratt yang membawa shahîfah (lembaran al-Qur'an)
bertuliskan: "Thâha" dan membacakannya untuk keduanya –sebab dia secara
rutin mendatangi keduanya dan membacakan al-Qur'an terhadap keduanya-.
Tatkala Khabbab mendengar gerak-gerik 'Umar, dia menyelinap ke bagian
belakang rumah sedangkan saudara perempuan 'Umar menutupi shahifah
tersebut. Ketika mendekati rumah, 'Umar telah mendengar bacaan Khabbab
terhadap mereka berdua, karenanya saat dia masuk langsung bertanya:"Apa
gerangan suara bisik-bisik yang aku dengar dari kalian?".
Keduanya menjawab: "tidak, hanya sekedar perbincangan diantara kami".
Dia berkata lagi: "nampaknya, kalian berdua sudah menjadi penganut ash-Shâbiah".
Iparnya berkata: "wahai 'Umar! Bagaimana pendapatmu jika kebenaran itu berada pada selain agamamu?".
Mendengar itu, 'Umar langsung melompak ke arah iparnya tersebut lalu
menginjak-injaknya dengan keras. Lantas saudara perempuannya datang dan
mengangkat suaminya menjauh darinya namun dia justru ditampar oleh Umar
sehingga darah mengalir dari wajahnya -dalam riwayat Ibnu Ishaq
disebutkan bahwa dia memukulnya sehingga memar terluka-. Saudaranya
berkata dalam keadaan marah:"wahai 'Umar! Jika kebenaran ada pada selain
agamamu, maka bersaksilah bahwa tiada Tuhan (Yang berhak disembah)
selain Allah dan bersaksilah bahwa Muhammad adalah Rasulullah".
Manakala 'Umar merasa putus asa dan menyaksikan kondisi saudaranya
yang berdarah, dia menyesal dan merasa malu, lalu berkata:"berikan kitab
yang ada ditangan kalian ini kepadaku dan bacakan untukku!".
Saudaranya itu berkata:"sesungguhnya engkau itu najis, dan tidak ada
yang boleh menyentuhnya melainkan orang-orang yang suci; oleh karena
itu, berdiri dan mandilah!". Kemudian dia berdiri dan mandi, lalu
mengambil kitab tersebut dan membaca: Bismillâhirrahmânirrahîm. Dia
berseloroh: "sungguh nama-nama yang baik dan suci". Kemudian dia
melanjutkan dan membaca (artinya): "Sesungguhnya Aku ini adalah Allah,
tidak ada Ilah (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah
shalat untuk mengingat Aku". (QS. 20/thâha: 14). Dia berseloroh lagi:
"alangkah indah dan mulianya kalam ini! Kalau begitu, tolong bawa aku ke
hadapan Muhammad!".
Saat Khabbab mendengar ucapan 'Umar, dia segera keluar dari
persembunyiannya sembari berkata:"wahai 'umar, bergembiralah karena
sesungguhnya aku berharap engkaulah yang dimaksud dalam doa Rasulullah
pada malam Kamis "Ya Allah! muliakanlah/kokohkanlah Islam ini dengan
salah seorang dari dua orang yang paling Engkau cintai: 'Umar bin
al-Khaththab atau Abu Jahal bin Hisyam". Sementara Rasulullah (saat ini)
ada di rumah yang terletak di kaki bukit shafa.
'Umar mengambil pedangnya sembari menghunusnya, lalu berangkat
hingga tiba di rumah tempat beliau Shallallâhu 'alaihi wasallam berada
tersebut. Dia mengetuk pintu, lalu seorang penjaga pintu mengintip dari
celah-celah pintu tersebut dan melihatnya menghunus pedang. Penjaga
tersebut kemudian melaporkan hal itu kepada Rasulullah. Para shahabat
yang berjaga bersiaga penuh mengantisipasinya. Gelagat mereka tersebut
mengundang tanda tanya Hamzah:
"ada apa gerangan dengan kalian?".
Mereka menjawab: " 'Umar!".
Dia berkata: "oh, 'Umar! Bukakan pintu untuknya! Jika dia datang
dengan niat baik, kita akan membantunya akan tetapi jika dia datang
dengan niat jahat, kita akan membunuhnya dengan pedangnya sendiri".
Saat itu, Rasulullah masih di dalam rumah dan diberitahu perihal
'Umar, maka beliau pun keluar menyongsongnya dan menjumpainya di bilik.
Beliau memegang baju dan gagang pedangnya, lalu menariknya dengan keras,
seraya bersabda:"tidakkah engkau akan berhenti dari tindakanmu, wahai
'Umar hingga Allah menghinakanmu dan menimpakan bencana sebagaimana yang
terjadi terhadap al-Walid bin al-Mughirah? Ya Allah! inilah 'Umar bin
al-Khaththab! Ya Allah! muliakanlah/kokohkanlah Islam dengan 'Umar bin
al-Khaththab!". Umar berkata:"Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan (Yang
berhak disembah) selain Allah dan engkau adalah Rasulullah". Dan dia pun
masuk Islam yang disambut dengan pekikan takbir oleh penghuni rumah
sehingga terdengar oleh orang yang berada didalam al-Masjid
(al-Haram-red).
'Umar radhiallaahu 'anhu merupakan sosok yang memiliki rasa harga
diri yang tinggi dan keinginan yang tidak boleh dihalang-halangi; oleh
karena itulah, keislamannya menimbulkan goncangan luar biasa di kalangan
kaum Musyrikun dan membuat mereka semakin terhina dan patah arang
sementara bagi kaum Muslimin, hal itu menambah 'izzah, kemuliaan dan
kegembiraan.
Ibnu Ishaq meriwayatkan dengan sanadnya dari 'Umar, dia
berkata:"tatkala aku sudah masuk Islam, aku mengingat-ingat, sesiapa
penduduk Mekkah yang paling keras terhadap Nabi Shallallâhu 'alaihi
wasallam. Aku berkata: ' pasti Abu Jahal lah orangnya". Lalu aku datangi
dia dan aku ketuk pintu rumahnya. Dia pun keluar menyambutku sembari
berkata:
"selamat datang! Ada apa denganmu?".
"aku datang untuk memberitahumu bahwa aku telah beriman kepada Allah
dan RasulNya, Muhammad, serta membenarkan apa yang telah dibawanya".
Lalu dia menggebrak pintu di hadapan wajahku sembari berkata:
"Mudah-mudahan Allah menjelekkanmu dan apa yang engkau bawa".
Dalam versi Ibnu al-Jauziy disebutkan bahwa 'Umar radhiallaahu 'anhu
berkata:"Dulu, jika seseorang masuk Islam, maka orang-orang
menggelayutinya lantas memukulinya dan dia juga memukuli mereka, namun
tatkala aku telah masuk Islam, aku mendatangi pamanku, al-'آshiy bin
Hâsyim, dan memberitahukan kepadanya hal itu, dia malah masuk rumah.
Lalu aku pergi ke salah seorang pembesar Quraisy -sepertinya Abu Jahal-
dan memberitahukannya perihal keislamanku, tetapi dia juga malah masuk
rumah".
Ibnu Hisyam juga menyebutkan -demikian pula Ibnu al-Jauziy secara
ringkas- bahwa ketika dia ('Umar) masuk Islam, dia mendatangi Jamil bin
Ma'mar al-Jumahiy – yang merupakan penyambung lidah Quraisy yang paling
getol - dan memberitahukan kepadanya tentang keislamannya, orang ini
langsung berteriak dengan sekeras-kerasnya bahwa Ibnu al-Khaththab telah
menjadi penganut ash-Shâbiah. Umar pun menimpali –dibelakangnya- : "dia
bohong, akan tetapi aku telah masuk Islam". Merekapun menyergapnya
sehingga akhirnya terjadilah pertarungan antara 'Umar seorang diri
melawan mereka. Pertarungan itu baru selesai saat matahari sudah berada
tepat diatas kepala mereka, tetapi 'Umar sudah nampak kepayahan. Dia
hanya bisa duduk sementara mereka berdiri dekat kepalanya. Dia berkata
kepada mereka:"lakukanlah apa yang kalian suka. Sungguh aku bersumpah
atas nama Allah, bahwa andai kami berjumlah tiga ratus orang, niscaya
telah kami biarkan mereka untuk kalian atau kalian biarkan mereka untuk
kami".
Setelah kejadian itu, kaum Musyrikun berangkat dalam jumlah besar
menuju rumahnya dengan tujuan akan membunuhnya. Imam al-Bukhariy
meriwayatkan dari 'Abdullah bin 'Umar, dia berkata:"Saat 'Umar berada di
rumahnya dalam kondisi cemas, datanglah al-'آsh bin Wâil as-Sahmiy, Abu
'Amru, sembari membawa mantel dan baju yang dilipat dan terbuat dari
sutera. Dia berasal dari suku Bani Sahm yang merupakan sekutu kami di
masa Jahiliyyah. 'Umar berkata kepadanya: "ada apa denganmu?".
"kaummu mengaku akan membunuhku bila aku masuk Islam", katanya.
'Umar berkata – setelah mengatakan kepadanya: 'kamu aman'-: "kalau
begitu, tidak akan ada yang bisa melakukan hal itu terhadapmu".
Asl-آsh kemudian keluar dan mendapatkan banyak orang yang sudah
memadati lembah tersebut, lantas dia berkata kepada mereka:" hendak
kemana kalian?"
Mereka menjawab:"menemui si Ibnu al-Khaththab yang sudah menjadi penganut ash-Shâbiah ini!".
Dia menjawab: "kalian tidak akan bisa melakukan hal itu terhadapnya". Orang-orang itupun pergi secara bergerilya.
Dalam riwayat Ibnu Ishaq disebutkan :"demi Allah! seolah-olah mereka itu bagaikan pakaian yang tersingkap".
Demikianlah dampak keislamannya terhadap kaum Musyrikun, sedangkan
terhadap kaum muslimin adalah sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam
Mujâhid dari Ibnu 'Abbas, dia berkata:"aku bertanya kepada 'Umar:
'kenapa kamu dijuluki al-Fârûq? '.
Dia berkata: 'Hamzah masuk Islam tiga hari lebih dahulu dariku
-selanjutnya dia menceritakan kisah keislamannya, dan diakhirnya dia
berkata- lalu aku berkata (saat aku sudah masuk Islam):
"Wahai Rasulullah! Bukankah kita berada diatas kebenaran; mati ataupun hidup?".
Beliau Shallallâhu 'alaihi wasallam menjawab: "tentu saja! Demi Yang
jiwaku berada ditanganNya, sesungguhnya kalian berada diatas kebenaran;
mati ataupun hidup".
Lalu aku berkata: "lantas untuk apa bersembunyi-sembunyi? Demi Yang
telah mengutusmu dengan kebenaran, sungguh kita harus keluar
(menampakkan diri). Lalu beliau Shallallâhu 'alaihi wasallam membagi
kami dalam dua barisan; salah satunya dipimpin oleh Hamzah dan yang
lainnya, dipimpin olehku. deru debu dan pasir tersebut yang
ditinggalkannya ibarat ceceran gandum yang dihaluskan. Akhirnya kami
memasuki al-Masjid al-Haram. Kemudian aku menoleh ke arah Quraisy dan
Hamzah; mereka tampak diliputi oleh kesedihan yang tidak pernah mereka
rasakan seperti itu sebelumnya. Sejak saat itulah, Rasulullah menamaiku
"al-Fârûq ".
Ibnu Mas'ud sering berkata:"sebelumnya, kami tak berani melakukan shalat di sisi Ka'bah hingga 'Umar masuk Islam".
Dari Shuhaib bin Sinan ar-Rûmiy radhiallaahu 'anhu, dia
berkata:"ketika 'Umar masuk Islam, barulah Islam menampakkan diri dan
dakwah kepadanya dilakukan secara terang-terangan. Kami juga berani
duduk-duduk secara melingkar di sekitar Baitullah, melakukan thawaf,
mengimbangi perlakuan orang yang kasar kepada kami serta membalas
sebagian yang diperbuatnya".
Dari 'Abdullah bin Mas'ud, dia berkata:"kami senantiasa merasakan 'izzah sejak 'Umar masuk Islam".
Home
»
»Unlabelled
» Da'wah terang-terangan 4
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment