“Rasulullah memanggil Hathib bin Abu Balta’ah dan berkata kepa-danya:
‘Hai Hathib, mengapa engkau melakukan hal ini?’ Hathib bin Abu Balta’ah
menjawab, ‘Wahai Rasulullah, demi Allah, aku beriman kepada Allah dan
RasulNya. Aku tidak berubah dan tidak berganti agama. Hanya saja, aku
orang yang tidak mempunyai asal-usul di Quraisy, sedangkan anak dan
keluargaku di tempat mereka. Oleh karena itulah, aku me-ngambil muka
terhadap mereka’. Umar bin Khaththab berkata, ‘Wahai Rasulullah, izinkan
aku memenggal leher orang ini, karena ia munafik’. Rasulullah bersabda,
‘Hai Umar, engkau tidak tahu bahwa Allah melihat mujahidin Badar di
Perang badar, kemudian berfirman, ‘Kerjakan apa saja yang kalian
inginkan, karena Aku telah mengampuni kalian’.
Kemudian Allah SWT berfirman mengenai perihal Hathib:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku
dan musuhmu menjadi teman-teman setia yang kamu sampaikan kepada mereka
(berita-berita Muhammad), karena rasa kasih sa-yang; padahal
sesungguhnya mereka telah ingkar kepada kebe-naran yang datang kepadamu,
mereka mengusir Rasul dan (mengu-sir) kamu karena kamu beriman kepada
Allah, Rabbmu. Jika kamu benar-benar keluar untuk berjihad pada jalanKu
dan mencari ke-ridhaanKu (janganlah kamu berbuat demikian). Kamu
memberita-hukan secara rahasia (berita-berita Muhammad) kepada mereka,
karena rasa kasih sayang. Aku lebih mengetahui apa yang kamu sembunyikan
dan apa yang kamu nyatakan. Dan barangsiapa di antara kamu yang
melakukannya, maka sesungguhnya dia telah tersesat dari jalan yang
lurus. Jika mereka menangkap kamu, niscaya mereka bertindak sebagai
musuh bagimu dan melepaskan tangan dan lidah mereka kepadamu dengan
menyakiti (mu); dan mereka ingin supaya kamu (kembali) kafir. Karib
kerabat dan anak-anakmu sekali-kali tiada bermanfa'at bagimu pada hari
Kiamat. Dia akan memisahkan antara kamu. Dan Allah Maha Melihat apa yang
kamu kerjakan. Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu
pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia; ketika mereka
berkata kepada kaum mereka:’Sesungguhnya kami berlepas diri dari kamu
dan dari apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran)mu
dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat
selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja’.” (Al-Mumtahanah: 1-4)
Hingga akhir kisah.
“Rasulullah berangkat ke Makkah dan menunjuk Abu Rahm Al-Ghifari
sebagai amir sementara di Madinah. Itu terjadi pada tanggal sepuluh
Ramadhan, jadi, beliau berpuasa begitu juga kaum muslimin. Ketika beliau
tiba di Al-Kudaid, tempat antara Usfan dengan Amaj, beliau membatalkan
puasanya”.
“Rasulullah terus berjalan hingga berhenti di Marru Adz-Dzahran
bersama sepuluh ribu kaum muslimin; tujuh ratus personil dari Bani
Sulaim –ada yang mengatakan seribu personil– dan seribu personil dari
Bani Muzainah, karena pada semua kabilah itu terdapat orang-orang yang
telah masuk Islam. Seluruh kaum Muhajirin dan Anshar ikut bersama
Rasulullah. Tidak ada satu orang pun dari mereka yang tidak ikut.
Rasulullah berhenti di Marru Adz-Dzahran sedang orang-orang Quraisy
tidak mendengar informasi seputar beliau dan apa yang akan beliau
lakukan. Di sisi lain, pada malam tersebut, keluarlah Abu Sofyan bin
Harb, Hakim bin Hizam, dan Budail bin Warqa’ guna mencari informasi dan
melihat-lihat siapa tahu mereka mendapatkan informasi atau mendengarnya.
Al-Abbas bin Abdul Muththalib bertemu Rasulullah di salah satu jalan”.
“Abu Sofyan bin Al-Harits bin Abdul Muththalib dan Abdullah bin Abu
Umaiyyah bin Al-Mughirah juga bertemu Rasulullah di Niqul Uqab, daerah
di antara Makkah dengan Madinah. Keduanya ingin masuk menemui Rasulullah
kemudian Ummu Salamah berkata kepada beliau tentang keduanya. Ummu
Salamah berkata, ‘Wahai Rasulullah, inilah anak paman dan bibimu, serta
keluargamu’. Rasulullah bersabda, ‘Aku tidak punya kepentingan dengan
keduanya. Adapun anak pamanku, ia telah merusak kehormatanku. Sedang
anak bibiku dan keluargaku, ia pernah mengatakan sesuatu tentang diriku
di Makkah’. Ketika sabda Rasulullah disampaikan kepada keduanya, Abu
Sofyan bin Al-Harits –ketika itu membawa anak kecilnya– berkata, ‘Demi
Allah, Muhammad harus mengizinkan aku masuk. Jika tidak, aku akan
membawa anak kecil ini, kemudian kami berkelana ke dunia hingga kami
mati karena lapar dan haus’. Ketika Rasulullah mendengar ucapan Abu
Sofyan bin Al-Harits tersebut, beliau terketuk hatinya, kemudian
mengizinkan keduanya masuk menemui beliau. Keduanya pun masuk dan
mengucapkan salam kepada beliau”.
“Abu Sofyan bin Al-Harits menyatakan ke-Islamannya dan permohonan maafnya akan dosa-dosa masa silamnya,
‘Aku bersumpah, ketika aku membawa bendera perang musyrik
Pasukan berkuda Lata mengalahkan pasukan berkuda Muhammad
Aku seperti orang yang berjalan di malam hari yang gelap dalam keadaan bingung
Dan sekarang aku telah mendapatkan petunjuk dan diberi petunjuk
Aku diberi petunjuk oleh pemberi petunjuk selain diriku
Orang yang pernah aku usir bersama Allah telah mendapatkanku
Dulu aku bersungguh-sungguh menghalang-halangi manusia dari Muhammad
Aku tetap dihormati kendati aku tidak bergabung dengan Muhammad
Bukan orang musyrik namanya bila tidak berkata dengan hawa nafsu
Kendati ia punya pikiran kotor dan berkata dusta
Aku ingin keridhaan mereka
Dan aku tidak dekat dengan kaum jika aku tidak diberi petunjuk di semua tempat
Katakan kepada Tsaqif, aku tidak ingin menyerang kalian
Dan katakan kepada Tsaqif, silakan ancam orang selain aku
Aku tidak ikut dalam pasukan yang menangkap Amir
Itu bukan ulah lisan dan tanganku
Kabilah-kabilah datang dari tempat jauh
Mereka datang dari Saham dan Surdad (nama tempat di wilayah 'Ikk)’.”
“Para ulama mengatakan bahwa ketika Abu Sofyan bin Al-Harits melantunkan bait syair berikut kepada Rasulullah, ‘Orang yang pernah aku usir bersama Allah telah mendapatkanku, beliau menepuk dadanya, kemudian bersabda, ‘Engkaulah orang yang pernah mengusirku?’”
Ketika Rasulullah berhenti di Marru Adz-Dzahran, Al-Abbas bin Abdul
Muththalib berkata, “Hati-hatilah hai oarang-orang Quraisy pagi ini.
Demi Allah, jika Rasulullah memasuki Makkah dengan kekerasan dan sebelum
itu mereka (orang-orang Quraisy) tidak datang meminta jaminan keamanan
kepada beliau, maka itu adalah kehancuran mereka sepanjang zaman”.
Al-Abbas bin Abdul Muththalib berkata, ‘Setelah itu, aku duduk di atas Baghal
milik Rasulullah yang berwarna putih dan keluar dengan menaikinya.
Ketika aku tiba di pohon 'Arak, aku berkata, ‘Mudah-mudahan aku dapat
bertemu salah seorang pencari kayu bakar, atau penggembala unta, atau
penggembala kambing, atau orang yang mempunyai keperluan pergi ke
Makkah, yang bisa menjelaskan kepada mereka kebe-radaan Rasulullah,
kemudian mereka datang kepada beliau untuk memin-ta jaminan keamanan
kepada beliau sebelum beliau memasuki ke tempat mereka dengan
kekerasan’.
Demi Allah, aku terus berjalan di atas baghal milik Rasulullah dan
mencari salah satu dari orang yang aku cari. Tiba-tiba aku mendengar
ucapan Abu Sofyan bin Harb dan Budail bin Warqa’ yang sedang tukar
pendapat. Abu Sofyan bin Harb berkata, ‘Aku tidak pernah melihat api dan
markas tentara seperti pada malam ini’. Budail bin Warqa’ berkata,
‘Demi Allah, itu adalah kabilah Khuza’ah yang sedang menyalakan api’.
Abu Sofyan bin Harb berkata, ‘Api kabilah Khuza’ah dan markasnya tidak
sebesar itu’.
Aku mengenali suara Abu Sofyan bin Harb. Aku berkata, ‘Hai Abu
Handzalah’. Abu Sofyan bin Harb juga mengenali suaraku, kemudian ia
berkata, ‘Hai Abu Al-Fadhl’. Aku berkata, ‘Ya betul’. Abu Sofyan bin
Harb berkata, ‘Ayah-ibuku menjadi tebusanmu, apakah gerangan yang
menimpamu?’ Aku berkata, ‘Celakalah engkau wahai Abu Sofyan, inilah
Rasulullah sedang bersama pengikutnya. Demi Allah, hati-hatilah
orang-orang Quraisy pada pagi ini’. Abu Sofyan bin Harb berkata,
‘Ayah-ibuku menjadi tebusanmu, bagaimana cara menghindar dari itu
semua?’ ‘Demi Allah, jika Rasulullah berhasil menangkapmu, beliau pasti
memenggal lehermu. Oleh karena itu, naiklah di belakang baghal ini,
hingga aku membawamu ke tempat Rasulullah, kemudian engkau meminta
jaminan keamanan untukmu kepada beliau’.
Abu Sofyan bin Harb pun naik di belakangku, sedang kedua temannya
pulang ke Makkah. Aku membawa Abu Sofyan bin Harb dan setiap kali aku
melewati api kaum muslimin, mereka bertanya, ‘Siapa orang ini?’ Ketika
mereka melihat Baghal milik Rasulullah dan aku berada di atasnya, mereka berkata, ‘Paman Rasulullah sedang mengendarai Baghal
beliau’. Aku terus berjalan hingga melewati api Umar bin Khaththab. Ia
berkata, ‘Siapa ini?’ Ia mendekatiku dan ketika ia melihat Abu Sofyan
bin Harb, ia berkata, ‘Abu Sofyan musuh Allah. Segala puji bagi Allah
yang telah menaklukkanmu tanpa perjanjian sebelumnya.
Ketika Umar bin Khaththab berlari menuju tempat Rasulullah, sedang aku memacu Baghal
hingga mendahului Umar bin Khaththab seper-ti halnya hewan pelan yang
mendahului orang yang jalannya pelan. Aku turun dari baghal kemudian
masuk ke tempat Rasulullah dan pada saat yang sama Umar bin Khaththab
masuk ke tempat beliau. Umar bin Khaththab berkata, ‘Wahai Rasulullah,
inilah Abu Sofyan. Allah telah menaklukkannya tanpa perjanjian
sebelumnya. Oleh karena itu, izinkan aku memenggal lehernya’. Aku
berkata, ‘Wahai Rasulullah, aku telah melindungi Abu Sofyan bin Harb’.
Setelah itu, aku duduk dekat Rasulullah dan memegang kepala beliau
sambil berkata, ‘Demi Allah, pada malam ini tidak boleh ada orang lain
selian diriku yang berbicara denganmu’. Ketika Umar bin Khaththab banyak
bicara tentang Abu Sofyan bin Harb, aku berkata, ‘Tahan dirimu hai
Umar. Demi Allah, seandainya Abu Sofyan bin Harb berasal dari Bani Adi
bin Ka’ab, engkau tidak akan berkata seperti tadi. Engkau berkata
seperti tadi, karena engkau tahu bahwa Abu Sofyan bin Harb berasal dari
Bani Abdu Manaf’. Umar bin Khaththab berkata, ‘Tahan dirimu, hai
Al-Abbas. Demi Allah, ke-Islamanmu ketika engkau masuk Islam itu lebih
aku sukai daripada ke-Islaman Khaththab jika ia masuk Islam. Aku juga
tahu kalau ke-Islamanmu itu lebih disukai Rasulullah daripada ke-Islaman
Khaththab jika ia masuk Islam. Rasulullah bersabda, ‘Hai Al-Abbas,
pergilah dengan Abu Sofyan bin Harb ke tempat istirahatmu dan
meng-hadaplah kepadaku esok hari’.”
Al-Abbas bin Abdul Muththalib berkata, “Aku membawa pergi Abu Sofyan
bin Harb ke tempat istirahatku dan ia menginap di tempatku. Esok
paginya, aku membawa Abu Sofyan bin Harb ke tempat Rasulullah. Ketika
beliau melihat Abu Sofyan bin Harb, beliau bersabda, ‘Celakalah engkau
wahai Abu Sofyan, apakah belum tiba waktu bagimu untuk mengetahui bahwa
tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah?’ Abu Sofyan bin Harb
berkata, ‘Ayah-ibuku menjadi tebusan ba-gimu, engkau amat lembut,
mulia, dan penyambung hubungan kekera-batan. Demi Allah, sungguh aku
telah meyakini seandainya ada Tuhan lain selain Allah, maka Tuhan
tersebut pasti mencukupiku dengan se-suatu’. Rasulullah bersabda,
‘Celakalah engkau hai Abu Sofyan, apakah belum tiba bagimu untuk
mengetahui bahwa aku adalah utusan Allah?’ Abu Sofyan bin Harb berkata,
‘Ayah-ibuku menjadi tebusan bagimu, engkau amat lembut, mulia, dan
penyambung kekerabatan. Adapun hal ini, demi Allah, di hatiku masih
terdapat ganjalan hingga sekarang ini’. Al-Abbas bin Abdul Muththalib
berkata kepada Abu Sofyan bin Harb, ‘Celakalah engkau, hai Abu Sofyan,
masuk Islamlah. Bersaksilah bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah
kecuali Allah dan Muhammad adalah utusan Allah sebelum engkau dipenggal
lehermu’.
Abu Sofyan bin Harb pun bersaksi dengan syahadat yang benar dan
masuk Islam. Aku berkata, ‘Wahai Rasulullah, Abu Sofyan bin Harb ada-lah
orang yang senang dengan kebanggaan, oleh karena itu, berikan sesuatu
kepadanya’. Rasulullah bersabda, ‘Ya, barangsiapa memasuki rumah Abu
Sofyan bin Harb, ia aman. Barangsiapa menutup pintu rumah-nya, ia aman.
Dan barangsiapa memasuki Masjidil Haram, ia aman’.”
“Ketika Abu Sofyan bin Harb telah pergi, Rasulullah bersabda, ‘Hai
Al-Abbas, tahan Abu Sofyan bin Harb di tempat sempit di depan gunung,
agar pasukan Allah melewatinya dan ia melihat mereka’. Aku segera keluar
dan menahan Abu Sofyan bin Harb di tempat yang diperintahkan
Rasulullah. Tidak lama kemudian, berbagai kabilah berjalan melewatinya
dengan membawa bendera masing-masing. Setiap satu kabilah lewat, Abu
Sofyan bin Harb berkata, ‘Hai Al-Abbas, siapa ini?’. Aku berkata, ‘Ini
kabilah Sulaim’. Abu Sofyan bin Harb berkata, ‘Apa urusanku dengan
kabilah Sulaim’. Kabilah lain lewat, kemudian Abu Sofyan bin Harb
berkata, ‘Hai Al-Abbas, ini siapa?’. Aku berkata, ‘Ini kabilah
Muzainah’. Abu Sofyan bin Harb berkata, ‘Apa urusanku dengan kabilah
Muzainah’. Setiap kali kabilah lewat, Abu Sofyan bertanya kepadaku
tentang kabilah tersebut dan ketika aku telah menjelaskan kabilah
tersebut kepadanya, ia berkata, ‘Apa urusanku dengannya’. Itulah hingga
akhirnya Rasulullah lewat dengan pasukannya yang berwarna hijau***’.”
Home
»
»Unlabelled
» Futuh Makkah 2
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment