“Sepulangnya dari Thaif, Rasulullah berjalan melewati Dahna (salah satu
wilayah di Thaif ) kemudian berhenti di Ji’ranah bersama para sahabat
dan banyak sekali tawanan dari kabilah Hawazin. Salah seorang sahabat
berkata kepada Rasulullah ketika beliau meninggalkan Tsaqif, ‘Wahai
Rasulullah, doa-kan orang-orang Tsaqif’. Rasulullah bersabda, ‘Ya Allah,
berilah petunjuk kepada orang-orang Tsaqif dan datangkan mereka’.
Kemudian Rasulullah dikunjungi oleh delegasi dari kabilah Hawazin di
Ji’ranah. Ketika itu, Rasulullah membawa tawanan kabilah Hawazin
sebanyak enam ribu orang dari anak-anak dan para wanita, serta unta dan
kambing yang tidak terhitung jumlahnya”.
Delegasi kabilah Hawazin datang kepada Rasulullah dan telah masuk
Islam. Mereka berkata, “Wahai Rasulullah, kami adalah asal-usul
keturunan dari keluarga besar. Kami telah mendapatkan petaka seperti
engkau ketahui. Oleh karena itu, berilah kami karunia semoga Allah
memberi karunia kepadamu."
Salah seorang delegasi kabilah Hawazin dari Bani Sa’ad bin Bakr yang
bernama Zuhair dan bisa dipanggil Abu Shurad berdiri kemudian berkata,
“Wahai Rasulullah, di tempat penampungan para tawanan terdapat
bibi-bibimu dari jalur ayah, bibi-bibimu dari jalur ibu, dan
wanita-wanita penyusui yang dulu mengasuhmu.* Jika kami menyusui untuk
Al-Harits bin Abu Syamr atau An-Nu’man bin Al-Mundzir, kemudian kami
mendapatkan musibah seperti yang engkau timpakan kepada kami, maka kami
mengharapkan belas kasihannya dan karunianya kepada kami. Dan engkau
adalah anak asuhan yang paling baik”.
“Kemudian Rasulullah bersabda kepada delegasi kabilah Hawazin,
‘Manakah yang lebih kalian cintai; anak-anak dan wanita-wanita kalian;
ataukah harta kalian?’ Delegasi kabilah Hawazin berkata, ‘Wahai
Rasulullah, engkau menyuruh kami memilih antara anak keturunan kami
dengan harta kami? Kembalikan wanita-wanita dan anak-anak kami, karena
mereka lebih kami cintai daripada yang lain’. Rasulullah bersabda kepada
delegasi kabilah Hawaziin, ‘Jatahku dan jatah Bani Abdul Muththalib
menjadi milik kalian. Selepas aku mengerjakan shalat Zhuhur bersama kaum
muslimin, berdirilah kalian kemudian katakan bahwa kami meminta
dispensasi kepada Rasulullah atas hak-hak kaum muslimin dan meminta
dispensasi kepada kaum muslimin atas hak-hak Rasulullah, niscaya saat
itu permintaan kalian akan aku berikan kepada kalian dan aku akan
meminta untuk kalian’.
Setelah Rasulullah mengerjakan shalat Zhuhur bersama kaum mus-limin,
delegasi kabilah Hawazin berdiri dan berkata seperti diperintahkan
Rasulullah. Kaum Muhajirin berkata, ‘Jatah kami menjadi milik
Rasu-lullah’. Kaum Anshar berkata, ‘Jatah kami menjadi milik
Rasulullah’. Al-Aqra’ bin Habis berkata, ‘Jatahku dan jatah Bani Tamim
tidak menjadi milik Rasulullah’. Uyainah bin Hishn berkata, ‘Jatahku dan
jatah Bani Fazarah tidak menjadi milik Rasulullah’. Abbas bin Mirdas
berkata, ‘Jatahku dan jatah Bani Sulaim tidak menjadi milik Rasulullah’.
Bani Sulaim berkata, ‘Tidak begitu, jatah kami menjadi milik
Rasulullah’. Abbas bin Mirdas berkata kepada Bani Sulaim, ‘Kalian telah
melemah-kanku’. Rasulullah bersabda, ‘Jika salah seorang dari kalian
tetap mem-pertahankan haknya atas tawanan ini, ia berhak mendapatkan
enam bagian sebagai tebusan dari setiap tawanan mulai dari tawanan yang
pertama kali aku dapatkan’. Maka dari itu kembalikan kepada para
delegasi anak-anak dari istri-istri mereka.”
“Rasulullah bersabda kepada delegasi kabilah Hawazin dan bertanya
kepada mereka tentang Malik bin Auf An-Nashri, ‘Apa yang sedang ia
kerjakan?’ Delegasi kabilah Hawazin menjawab, ‘Malik bin Auf An-Nashri
sedang berada di Thaif’. Rasulullah bersabda, ‘Katakan kepada Malik
bahwa jika ia datang kepadaku dalam keadaan Islam, aku akan
mengembalikan keluarga dan hartanya seratus unta’. Informasi tersebut
disampaikan kepada Malik bin Auf, kemudian ia keluar dari Thaif
ber-maksud menemui Rasulullah. Malik bin Auf An-Nashri khawatir kalau
orang-orang Tsaqif mengetahui bahwa Rasulullah bersabda seperti itu
untuknya, karena jika mereka mengetahuinya, mereka pasti menahannya.
Oleh karena itu, ia memerintahkan kudanya didatangkan ke Thaif,
kemu-dian ia keluar dari Thaif pada malam hari. Malik bin Auf An-Nashri
duduk di atas kudanya memacunya hingga tiba di tempat untanya disiapkan,
kemudian ia menaiki unta tersebut menyusul Rasulullah dan bertemu
beliau di Al-Ji’ranah atau Makkah. Rasulullah mengembalikan keluarga dan
hartanya kepadanya, serta memberinya seratus unta. Ia masuk Islam dan
ke-Islamannya baik.
Malik bin Auf An-Nashri berkata ketika masuk Islam,
‘Aku tidak pernah melihat dan mendengar manusia seperti Muhammad
Ia menepati janji dan memberi hingga banyak sekali jika diminta
Kapan saja engkau mau, ia pasti menjelaskan kepadamu apa yang terjadi besok pagi
Jika satu batalion telah memperlihatkan taring-taringnya
Dengan pedang As-Samhari dan tebasan seluruh pedang dari India
Beliau seperti singa terhadap anak-anak singa’.
Rasulullah mengangkat Malik bin Auf An-Nashri sebagai pemimpin
membawahi orang-orang dari kaumnya yang telah masuk Islam.
Kabilah-kabilah dari kaumnya yang masuk Islam ialah Tsumalah, Salamah,
dan Fahm. Bersama kabilah-kabilah tersebut, Malik bin Auf An-Nashri
me-merangi orang-orang Tsaqif. Setiap kali hewan ternak orang-orang
Tsaqif terlihat olehnya, ia menyerangnya, hingga pada akhirnya ia
berhasil mempersempit ruang gerak mereka.
Tentang hal tersebut, Abu Mihjan bin Habib bin Amr bin Umair Ats-Tsaqafi berkata,
‘Musuh-musuh mengalir ke arah kami
Kemudian kami diserang Bani Salamah
Malik juga datang menyerang kami dengan mereka
Ia melanggar janji dan kehormatan
Ia datang kepada kami di rumah-rumah kami
Padahal dulunya kami adalah orang-orang kuat’.
Setelah mengembalikan para tawanan Perang Hunain kepada keluarganya,
Rasulullah naik ke atas kendaraan beliau diikuti orang-orang yang
sambil berkata, ‘Wahai Rasulullah, bagikan kepada kami fay’i unta dan
kambing kepada kami’. Mereka membuntuti Rasulullah hingga mereka
menyudutkan beliau di salah satu pohon, akibatnya kain beliau nyangkut
di pohon tersebut. Rasulullah bersabda, ‘Hai manusia, kembalikan
kain-ku. Demi Allah, seandainya kalian berhak atas hewan ternak sebanyak
pohon di Tihamah, aku pasti membagi-bagikannya kepada kalian, kemu-dian
kalian tidak mendapatiku sebagai orang bakhil, pengecut, dan
pen-dusta’. Kemudian Rasulullah berdiri di samping unta, mengambil bulu
di punuk unta, dan mengangkatnya seraya bersabda, ‘Hai Manusia, demi
Allah, aku tidak berhak atas fay’ kalian dan tidak pula atas harta sebesar bulu ini melainkan seperlimanya saja dan seperlimanya dibagi-bagikan kepada kalian.
Oleh karena itu, kembalikan benang dan jarum, karena sesungguhnya Ghulul
adalah aib, api, dan noda di hari Kiamat’. Salah seorang dari kaum
Anshar datang dengan membawa gulungan benang dari rambut dan berkata,
‘Wahai Rasulullah, aku mengambil gulungan benang dari rambut ini dan
menggunakannya sebagai alas pelana untaku yang usang’. Rasulullah
bersabda, ‘Ini bagianku dari rampasan perang dan sekarang aku berikan
kepadamu’. Orang dari kaum Anshar tersebut berkata, ‘Jika cuma ini, aku
tidak membutuhkannya. Orang tersebut pun membuang gulungan benang dari
rambut tersebut dari tangannya”.
“Rasulullah memberi jatah kepada para muallaf, yaitu para tokoh
kaum. Dengan pemberian tersebut, Rasulullah ingin menaklukkan hati
mereka dan menaklukkan hati kaum mereka. Rasulullah memberi Abu Sofyan
bin Harb seratus unta, Muawiyah bin Abu Sofyan bin Harb sebanyak seratus
unta, Hakim bin Hizam sebanyak seratus unta, Al-Harits bin Al-Harits
bin Kaldah saudara Bani Abdduddaar (Ibnu Hisyam berkata, “Ia adalah
Nushair bin Al-Harits bin Kaladah. Namanya Al-Harits juga tidak salah”.)
seratus unta, Al-Harits bin Hisyam seratus unta, Suhail bin Amr seratus
unta, Huwaithib bin Abdul Uzza bin Abu Qais seratus unta, Al-Ala’ bin
Jariyah Ats-Tsaqafi sekutu Bani Zuhrah seratus unta, Uyainah bin Hishn
bin Hudzaifah bin Badr seratus unta, Al-Aqra’ bin Habis At-Tamimi
seratus unta, Malik bin Auf An-Nashri seratus unta, dan Shafwan bin
Umaiyah seratus unta. Mereka semua diberi seratus unta.
Rasulullah juga memberi unta di bawah seratus ekor kepada sejum-lah
orang-orang Quraisy, seperti Makhramah bin Naufal Az-Zuhri, Umair bin
Wahb Al-Jumahi, dan Hisyam bin Amr saudara Bani Amir bin Luai. Aku tidak
hapal persis berapa unta yang diberikan Rasulullah kepada mereka,
karena hanya diketahui bahwa beliau memberi mereka unta di bawah seratus
ekor.
Rasulullah memberi Sa’id bin Yarbu’ bin Ankatsah bin Amir bin
Makhzum lima puluh unta, As-Sahmi lima puluh unta, dan memberi Abbas bin
Mirdas beberapa unta, tapi ia tidak terima dengan pemberian tersebut,
kemudian ia mengecam Rasulullah karena pembagian tersebut,
‘Unta-unta tersebut adalah harta rampasan perang yang tidak dijaga
Kemudian aku mendapatkannya dengan mengendarai anak kuda di tanah datar
Aku membangunkan orang-orang yang tidur nyenyak
Jika manusia tidur, aku tidak tidur
Tapi, bagianku dan bagian Al-Ubaid** itu berbeda dengan bagian Uyainah dan Al-Aqra’
Padahal di perang, aku mempunyai peran besar dalam pertahanan
Namun aku tidak diberi apa-apa dan tidak dilindungi
Melainkan hanya diberi anak-anak unta
Yang jumlah kakinya adalah empat
Hishn dan Habib tidak mengungguli ayahku*** di masyarakat
Kedudukanku tidak di bawah kedudukan keduanya
Siapa saja yang engkau rendahkan pada hari ini, ia tidak bisa diangkat lagi’.”
“Rasulullah bersabda, ‘Pergilah kalian kepada Abbas bin Mirdas dan
potonglah mulutnya dari mengatakan sesuatu yang buruk tentang diriku’.
Kemudian Abbas bin Mirdas diberi tambahan hingga ia puas dan itulah cara
pemotongan mulutnya yang diperintahkan Rasulullah.”****
Abu Sa’id Al-Khudri RA berkata: “Ketika Rasulullah membagi-bagi
rampasan perang kepada orang-orang Quraisy, kabilah-kabilah Arab, dan
tidak memberikan sedikit pun kepada kaum Anshar, maka kaum Anshar sedih,
hingga mereka seringkali mempersoalkan hal ini. Salah seorang dari kaum
Anshar berkata, ‘Demi Allah, Rasulullah telah bertemu dengan kaumnya’.
Sa’ad bin Ubadah menemui Rasulullah dan berkata, ‘Wahai Rasulullah,
sesungguhnya kaum Anshar mempunyai sesuatu tentang diri-mu atas
keputusanmu terhadap fay’i yang engkau dapatkan. Engkau
membagi-bagikan kepada kaummu dan memberi dalam jumlah besar kepada
kabilah-kabilah Arab, sedang kaum Anshar sedikit pun tidak mendapatkan
daripadanya’. Rasulullah bersabda, ‘Dimana posisimu dalam hal ini, hai
Sa’ad?’ Sa’ad bin Ubadah berkata, ‘Wahai Rasulullah, aku juga berasal
dari kaumku’. Rasulullah bersabda, ‘Kumpulkan kaummu di tempat
penginapan unta’. Sa’ad bin Ubadah keluar lalu mengum-pulkan kaum Anshar
di tempat tersebut. Beberapa orang dari kaum Muhajirin datang dan Sa’ad
bin Ubadah membiarkan mereka masuk ke tempat tersebut. Sebagian orang
dari kaum Muhajirin datang lagi ke tempat tersebut, namun kali ini Sa’ad
bin Ubadah tidak mengizinkan mereka masuk.
Ketika kaum Anshar telah berkumpul, Sa’ad bin Ubadah mendatangi
Rasulullah dan berkata kepada beliau, ‘Kaum Anshar telah berkumpul untuk
bertemu denganmu’. Rasulullah mendatangi mereka, kemudian memuji Allah,
menyanjungNya dengan sanjungan yang layak Dia terima, dan bersabda,
‘Hai seluruh kaum Anshar, apa maksud ucapan kalian yang telah sampai
padaku? Apa maksud kecaman kalian terhadapku? Bukankah aku datang kepada
kalian yang ketika itu tersesat kemudian Allah memberi petunjuk kepada
kalian, kalian miskin kemudian Allah mengkayakan kalian, dan kalian
bermusuhan kemudian Allah menyatukan hati kalian?’ Kaum Anshar menjawab,
‘Itu betul. Allah dan RasulNya yang lebih utama’. Rasulullah bersabda
lagi, ‘Kenapa kalian tidak menjawab pertanyaanku, hai kaum Anshar?’ Kaum
Anshar berkata, ‘Kami harus menjawab dengan apa, wahai Rasulullah?.
Karena karunia dan keutamaan itu milik Allah dan RasulNya’.
Rasulullah bersabda lagi, ‘Demi Allah, jika kalian mau, kalian pasti
berbicara, kalian berkata benar, dan dibenarkan. Kalian akan
mengatakan, engkau datang kepada kami dalam keadaan didustakan kemudian
kami membenarkan-mu, engkau terlantar kemudian kami menolongmu, engkau
terusir kemu-dian kami melindungimu, dan engkau miskin kemudian kami
membantumu. Hai kaum Anshar, apakah kalian mempersoalkan secuil dunia
yang dengannya aku menundukkan hati salah satu kaum agar mereka masuk
Islam, sedang aku menyerahkan kalian kepada ke-Islaman kalian?. Hai kaum
Anshar, tidakkah kalian ridha sekiranya orang-orang pulang membawa
kambing-kambing dan unta-unta, sedang kalian pulang membawa Rasulullah
ke tempat kalian? Demi Dzat yang jiwa Muhammad berada di TanganNya,
kalaulah tidak karena peristiwa hijrah, aku menjadi salah seorang dari
kaum Anshar. Jika manusia melewati salah satu jalan dan kaum Anshar
melewati jalan lain, aku pasti berjalan di jalan yang dilalui kaum
Anshar. Ya Allah, sayangilah kaum Anshar, anak-anak kaum Anshar, dan
cucu-cucu kaum Anshar’. Kaum Anshar pun menangis hingga jenggot mereka
basah oleh airmata. Mereka berkata, ‘Kami ridha Rasulullah sebagai
bagian kami’. Setelah itu, Rasulullah pergi dan kaum Anshar pun bubar”.
CATATAN KAKI:
* Pengasuh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dari Bani Sa'ad bin Bakar berasal dari Hawaazin
** nama Persia bagi Abbas
*** Yakni ayahnya, yaitu Mirdas, diriwayatkan juga dengan lafal:
Syaikhayya (dua orang tuaku), maksudnya adalah bapaknya dan kakeknya.
Dalam riwayat lain disebutkan namanya langsung, yakni Mirdas
**** Ibnu Hisyam berkata: "Sebagian ahli ilmu menceritakan kepadaku
bahwa Abbas bin Mirdas menemui Rasulullah SAW lalu beliau berkata
kepadanya: "Apakah engkau yang mengatakan: "Tapi bagianku dan Al-Abid
berbeda dengan bagian Al-Aqra' dan Uyainah" Abu Bakar berkata: "bagian
Uyainah dan Al-Aqra'" Rasulullah menimpali: "Itu sama saja tiada beda",
maka Abu Bakar pun berkata: "Aku bersaksi bahwa engkau seperti yang
Allah katakan: "Kami tiada mengajarkan syair kepadanya dan memang tiada
layak baginya."
Home
»
»Unlabelled
» Peristiwa sekembalinya dari Tho'if
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment